Tuesday, April 20, 2021

Menghitung Kebutuhan Jamban pada Kondisi Bencana


Standar jumlah dan lokasi pembangunan jamban pada daerah pengungsian akibat bencana


Cakupan pemanfaatan sarana pembuangan kotoran, merupakan salah satu faktor penting untuk diperhatikan dalam kegiatan Surveilans Faktor Risiko pada keadaan darurat bencana. Survailans faktor risiko dilakukan terhadap kondisi lingkungan disekitar lokasi bencana atau lokasi penampungan pengungsi yang dapat menjadi faktor risiko timbulnya atau persebaran penyakit terhadap pengungsi.

Selain cakupan jamban, identifikasi data pada kegiatan surveilans faktor risiko pada keadaan darurat bencana, juga mencakup berbagai data, antara lain : cakupan pelayanan air bersih; Pengelolaan sampah; Pengamanan makanan; Tingkat kepadatan vector; Kebersihan lingkungan; Tempat-tempat yang berpotensi menjadi tempat perindukan vektor (genangan air, sumber pencemaran, dan lainnya)
Terkait dengan pembuangan kotoran pada wilayah bencana, berikut beberapa langkah untuk proses identifikasi dan standar yang diperlukan:
1.    Pada awal terjadinya pengungsian perlu dibuat jamban umum yang dapat menampung kebutuhan sejumlah pengungsi. Contoh jamban yang sederhana dan dapat disediakan dengan cepat adalah jamban kolektif (jamban jamak).
2.    Pada awal pengungsian, diperlukan standar 1 (satu) jamban untuk 50 – 100 org. Pemeliharaan terhadap jamban harus dilakukan dan diawasi secara ketat dan lakukan desinfeksi di area sekitar jamban dengan menggunakan kapur, lisol dan lain-lain.
3.    Pada hari hari berikutnya setelah masa emergency berakhir, pembangunan jamban darurat harus segera dilakukan dan 1 (satu) jamban disarankan dipakai tidak lebih dari 20 orang.
Beberapa rekomendasi lokasi jamban pada wilayah pengungsian, antara lain:
1.    Dilakukan pemisahan peruntukan jamban untuk laki laki dan wanita
2.    Jarak jamban dengan tenda pengungsi, maksimal 50 meter serta jarak minimal 30 meter dari sumber air.
3.    Konstruksi jamban harus kuat dan dilengkapi dengan tutup pada lubang jamban agar tidak menjadi tempat berkembang biak lalat atau serangga lainnya.

Sumber: Buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan akibat Bencana yang mengacu kepada standar internasional (Technical Guidelines of Health Crisis Responses on Disaster), Depkes RI, 2007