Pengawasan dan Pengendalian
Penyakit pada Wilayah Bencana
Potensi munculnya Kejadian Luas Biasa penyakit menular pada periode
paska bencana sangat besar, sebagai akibat banyaknya faktor risiko yang mendukung.
Karena itu, berbagai upaya pemberantasan penyakit menular dilakukan untuk
mencegah KLB penyakit menular pada periode pascabencana. Selain itu, upaya ini juga
bertujuan untuk mengidentifikasi penyakit menular yang perlu diwaspadai pada
kejadian bencana dan pengungsian.
Berbagai masalah penyakit menular tersebut, terutama disebabkan karena
beberapa hal, antara lain:
1.
Kerusakan lingkungan dan pencemaran.
2.
Jumlah pengungsi yang banyak, menempati suatu
ruangan yang sempit, sehingga harus berdesakan.
3.
Pada umumnya tempat penampungan pengungsi tidak
memenuhi syarat kesehatan.
4.
Ketersediaan air bersih yang seringkali tidak
mencukupi jumlah maupun kualitasnya.
5.
Diantara para pengungsi banyak ditemui
orang-orang yang memiliki risiko tinggi, seperti balita, ibu hamil, berusia
lanjut.
6.
Pengungsian berada pada daerah endemis penyakit
menular, dekat sumber pencemaran, dan lain-lain.
Potensi munculnya penyakit menular di lokasi
pengungsian dan masyarakat sekitar penampungan pengungsi, berkaitan erat dengan
faktor risiko yang ada, misalnya pada penyakit diare. Penyakit Diare merupakan penyakit menular
yang potensial terjadi pada wilayah bencana atau lokasi pengungsian. Faktor
risiko utama berupa keterbatasan penyediaan air bersih dan sanitasi, serta perilaku
hidup bersih dan sehat yang masih rendah.
Untuk mencegah berkembangnya penularan penyakit diare di wilayah
bencana atau tempat pengungsian, berikut beberapa rekomendasi saran yang bisa
kita lakukan untuk dapat dilaksanakan oleh pengungsi, sebagai berikut
1.
Menggunakan air bersih yang memenuhi syarat.
2.
Seluruh anggota keluarga selaluberperilaku buang
air besar hanya di jamban.
3.
Selalu membiasakan membuang tinja bayi dan anak
kecil hanya di jamban.
4.
Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum
makan, sebelum menjamah atau memasak makanan dan sesudah buang air besar.
5.
Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja sampai bayi
berusia 6 bulan.
6.
Berilah makanan pendamping ASI dengan benar
setelah bayi berusia 6 bulan dan pemberian ASI diteruskan sampai bayi berusia
24 bulan.
7.
Penyediaan air bersih yang cukup dan sanitasi
lingkungan yang memadai merupakan tindakan pencegahan penyakit diare.
Sedangkan pencegahan kematian akibat diare dapat dilakukan melalui
penatalaksanaan kasus secara tepat dan kesiapsiagaan kemungkinan timbulnya KLB
diare. Beberapa standar tatalaksana penderita diare, jika ditemukan penderita
Diare di lokasi bencana atau penampungan pengungsi, diantaranya dengan menentukan
derajat dehidrasi dan menentukan pengobatan dehidrasi yang tepat. Selain dilakukan pemeriksaan status dehidrasi,
harus pula diperiksa gejala lainnya untuk menentukan adanya penyakit lain
seperti adanya darah dalam tinja, panas, kurang gizi dan lain sebagainya.
Kesiapsiagaan terhadap kemungkinan KLB Diare.
Bentuk kesipasiagaan ini berupa kegiatan yang dilakukan terus
menerus dengan beberapa kegiatan utama
antara lain:
1.
Mempersiapkan masyarakat pengungsi untuk
pertolongan pertama bila terjadi diare.
2.
Membuat dan menganalisa kasus harian diare.
3.
Menyiapkan kebutuhan logistik khususnya oralit
cairan IV-RL, antibiotika, tetrasiklin, kotrimoxazole dan peralatan lainnya.
4.
Mengembangkan prosedur sederhana kewaspadaan
dini pada pengungsi
Refferensi: Buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan akibat Bencana yang mengacu kepada
standar internasional (Technical Guidelines of Health Crisis Responses on Disaster),
Depkes RI, 2007