Menentukan Status Gizi dengan Metode Antropometri
Jika dibandingkan dengan metode lain, antropometri mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya prosedur sederhana dan aman, sehingga relatif tidak membutuhkan tingkat keahlian yang tinggi, dapat dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih (dalam waktu singkat). Juga peralatan yang dibutuhkan murah, mudah dibawa, tahan lama, serta alat dapat dibuat sesuai lokasi setempat. Namun yang perlu diperhatikan, harus dilakukan validasi pada peralatan yang digunakan.
Metode antropometri selain tergolong akurat, juga dapat dibakukan. Juga dapat menggambarkan riwayat gizi masa lalu. Metode ini secara umum dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, serta gizi buruk. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu dan juga dapat digunakan untuk screening pada kelompok yang rawan masalah gizi.
Kelemahan metode antropometri ada pada sensitivitasnya yang kurang, terutama karena faktor di luar gizi dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran. Kesalahan yang terjadi saat pengukuran dapat memengaruhi presisi, akurasi, validitas pengukuran antropometri (Supariasa, 2001).
Pada metode antopometri kita kenal dengan Indeks Antropometri. Indeks antropometri adalah kombinasi antara beberapa parameter, yang merupakan dasar dari penilaian status gizi. Beberapa indeks telah diperkenalkan seperti berat badan dibagi tinggi badan (BB)/(TB), tinggi badan dibagi umur (TB)/(U), tinggi badan dibagi berat badan (TB)/(BB). Kelebihan indeks TB/BB antara lain sensitivitas dan spesivisitasnya termasuk tinggi untuk menilai status gizi masa lampau. Tetapi juga ada kelemahannya antara lain: tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga perlu dua orang untuk melakukannya. Ketepatan umur sulit didapat (Supariasa, 2001).
Indikator antropometri merupakan kombinasi dari beberapa parameter untuk menentukan status gizi seseorang. Misalnya kombinasi antara berat badan (BB) dan umur (U) membentuk indikator BB menurut U yang disimbolkan dengan BB/U, kombinasi antara tinggi badan (TB) dan U membentuk indikator TB menurut U yang disimbolkan dengan TB/U dan kombinasi antara BB dan TB membentuk indikator BB menurut TB yang disimbolkan dengan BB/TB. Untuk menyatakan bahwa indikator tersebut normal,lebih rendah atau lebih tinggi dapat dibandingkan dengan baku rujukan misalnya baku rujukan WHO–NCHS (World Health Organization–National Center for Health Statistics). Apabila hasil perbandingannya normal, maka digolongkan pada status gizi baik. Apabila kurang berarti berstatus gizi kurang dan apabila tinggi berarti tergolong status gizi lebih (Soekirman, 1999).
Untuk membandingkan indikator tersebut dengan baku rujukan WHO – NCHS dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Dengan Persen Median yaitu membandingkan antara antara hasil pengukuran dengan median baku dikalikan 100%. Hasil perbandingan tersebut lalu disesuaikan dengan cut – off points yang meliputi :
- TB/U : < 90% dari median baku digolongkan sebagai stunted/ pendek.
- BB/TB : < 80% dari median baku digolongkan sebagai wasted/ kurus.
- BB/U : < 80% dari median baku digolongkan sebagai underweight.
2. Dengan menghitung nilai skor simpang baku (standart deviation score = Z–Score) yaitu membandingkan dengan rata – rata atau median dan standar deviasi dari suatu angka baku rujukan WHO – NCHS. Dikatakan status gizi normal apabila angka atau nilainya terletak antara -2SD sampai +2SD dari median baku. Status gizi dikatakan kurang apabila nilainya di bawah -2SD, dan menjadi buruk apabila berada di bawah -3SD. Sebaliknya apabila nilai Z-Score berada diatas +2SD disebut gizi lebih (gemuk) dan di atas +3SD gemuk sekali (Gibson, 1990 )
0 comments:
Post a Comment