Faktor Lingkungan Pada Penularan TB Paru
Menurut teori simpul Achmadi, gangguan kesehatan terhadap seseorang atau masyarakat disebabkan oleh adanya agen penyakit yang sampai pada tubuhnya. Agen yang berasal dari sumbernya menyebar melalui simpul media (vehicle) yang seperti udara, air, tanah, makanan dan vektor atau manusia itu sendiri. Setelah agen sampai pada tubuh manusia kemudian berinteraksi dan memberikan dampak sakit mulai dari yang ringan sampai berat. Bibit penyakit yang berasal dari sumbernya (simpul A) kemudian menjalar melalui media (simpul B) yang disebut ambien. Setelah proses ini bibit penyakit masuk tubuh manusia (simpul C) baik secara melekat/adsorbs atau meresap masuk/absorbsi yang akhirnya timbul sakit atau tetap sehat (simpul D).
Sebagaimana kita ketahui, sumber utama penularan penyakit TB Paru penderita tuberkulosis paru BTA (+). Penularan terjadi saat penderita batuk atau bersin (droplet) yang mengandung kuman, dan terhirup masuk ke dalam saluran pernafasan. Kemampuan menularkan kuman tuberkulosis dari seorang penderita, sangat tergantung dari jumlah kuman yang dikeluarkan dari paru. Semakin tingi tingkat kepadatan kuman positif, semakin tinggi pula penderita memberikan risiko penularan kepada orang lain .
Penderita TB BTA positif sebagai sumber penularan menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak pada waktu batuk atau bersin. Percikan dahak yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi jika percikan dahak itu terhirup dalam saluran pernafasan. Kuman TB yang masuk kedalam tubuh manusia dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lain .
Daya penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, TB makin menular. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Terkait dengan penyakit TB Paru, faktor lingkungan yang sangat padat akan mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung percik renik, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdahak yang mengandung basil tahan asam
Parameter faktor lingkungan yang mendukung terjadinya penularan penyakit TBC, meliputi tingkat kepadatan penghuni rumah, lantai, pencahayaan, ventilasi, serta faktor kelembaban. Pada faktor kepadatan penghuni dapat dijelaskan, bahwa semakin padat maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit melalui udara akan semakin mudah dan cepat. Sesuai standard Depkes, tingkat kepadatan rumah minimal 10 m2 per orang, jarak antar tempat tidur satu dengan lainnya 90 cm. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa risiko terjadinya TB Paru jauh lebih tinggi pada penduduk yang tinggal pada rumah yang tidak memenuhi standar kepadatan hunian.
Faktor lantai terkait dengan dengan tingkat kelembaban ruangan, sehingga pada kondisi lantai tumah terbuat dari tanah, cenderung mempengaruhi viabilitas kuman TBC di lingkungan yang pada akhirnya dapat memicu daya tahan kuman TBC di udara semakin lama.
Faktor Ventilasi akan terkait dengan sirkulasi pergantian udara dalam rumah serta proses pengurangan tingkat kelembaban. Standar luas ventilasi sesuai Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah 10% dari luas lantai. Ventilasi selain berperan sebagai tempat masuk sinar matahari, juga mempengaruhi dilusi udara, yang dapat mengencerkan konsentrasi kuman TBC atau kuman lain, yang dapat terbawa keluar ruangan, yang pada akhirnya dapat mati oleh sinar ultra violet matahari.
Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa luas lubang ventilasi rumah dan pencahayaan rumah mempengaruhi kehidupan bakteri dan jamur dalam rumah. Sementara penelian lain menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan penularan penyakit TB Paru adalah kepadatan hunian kamar tidur, pencahayaan sinar matahari, ventilasi, jenis lantai, jenis dinding, dan bahan bakar yang digunakan dalam rumah tangga, status gizi, dan perilaku merokok.
Faktor Pencahayaan. Menurut penelitian semua cahaya pada dasarnya dapat membunuh kuman TBC, tergantung jenis dan intensitasnya. Pencahayaan yang tidak memenuhi syarat berisiko 2,5 kali terkena TBC dibanding yang memenuhi syarat Rumah memerlukan cahaya cukup, khususnya sinar matahari dengan ultra violet nya. Pemenuhan pencahayaan rumah selain dipenuhi dari sumber buatan seperti lampu, juga oleh keberadaan ventilasi dan genteng kaca di rumah kita.
Sebagaimana kita ketahui, penyakit TB Paru disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang menular melalui udara. Proses penularan tidak sederhana, misalnya dengan menghirup udara bercampur bakteri TBC lalu terinfeksi kemudian menderita penyakit TB Paru. Masih banyak faktor atau variabel yang berperan dalam timbulnya TB Paru pada seseorang. Daya penularan ditentukan banyaknya kuman dan patogenitas kuman, serta lamanya seseorang menghirup udara yang mengandung bakteri TBC.
Faktor Kelembaban. Tingkat kelembaban masih terkait erat dengan tingkat kepadatan dan ventilasi rumah. Kelembaban merupakan sarana yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, termasuk TBC. Namun kelembaban juga dipengaruhi oleh topografi sehingga wilayah lebih tinggi cenderung memiliki kelembaban yang lebih rendah. Menurut penelitian, penghuni rumah menempati rumah dengan tingkat kelembaban ruang lebih besar dari 60% berisiko terkena TB Paru 10,7 kali dibanding yang tinggal pada rumah dengan kelembaban lebih kecil atau sama dengan 60%.
Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa TBC akan meningkat pada penduduk dengan keadaan gizi yang jelek, tingkat kepadatan hunian yang tinggi, serta faktor lingkungan terutama sirkulasi udara yang buruk. Hal lain yang dapat menjadi faktor risiko adalah paparan asap rokok dimana anak yang terpapar asap rokok (perokok pasif) terbukti lebih sering mendapat TB. Tuberkulosis pada perokok lebih menular daripada TB pada penderita yang tidak merokok. Selain asap rokok, asap pembakaran di dapur juga dapat menjadi faktor risiko TB.
Refference:
Menurut teori simpul Achmadi, gangguan kesehatan terhadap seseorang atau masyarakat disebabkan oleh adanya agen penyakit yang sampai pada tubuhnya. Agen yang berasal dari sumbernya menyebar melalui simpul media (vehicle) yang seperti udara, air, tanah, makanan dan vektor atau manusia itu sendiri. Setelah agen sampai pada tubuh manusia kemudian berinteraksi dan memberikan dampak sakit mulai dari yang ringan sampai berat. Bibit penyakit yang berasal dari sumbernya (simpul A) kemudian menjalar melalui media (simpul B) yang disebut ambien. Setelah proses ini bibit penyakit masuk tubuh manusia (simpul C) baik secara melekat/adsorbs atau meresap masuk/absorbsi yang akhirnya timbul sakit atau tetap sehat (simpul D).
Sebagaimana kita ketahui, sumber utama penularan penyakit TB Paru penderita tuberkulosis paru BTA (+). Penularan terjadi saat penderita batuk atau bersin (droplet) yang mengandung kuman, dan terhirup masuk ke dalam saluran pernafasan. Kemampuan menularkan kuman tuberkulosis dari seorang penderita, sangat tergantung dari jumlah kuman yang dikeluarkan dari paru. Semakin tingi tingkat kepadatan kuman positif, semakin tinggi pula penderita memberikan risiko penularan kepada orang lain .
Penderita TB BTA positif sebagai sumber penularan menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak pada waktu batuk atau bersin. Percikan dahak yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi jika percikan dahak itu terhirup dalam saluran pernafasan. Kuman TB yang masuk kedalam tubuh manusia dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lain .
Daya penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, TB makin menular. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Terkait dengan penyakit TB Paru, faktor lingkungan yang sangat padat akan mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung percik renik, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdahak yang mengandung basil tahan asam
Parameter faktor lingkungan yang mendukung terjadinya penularan penyakit TBC, meliputi tingkat kepadatan penghuni rumah, lantai, pencahayaan, ventilasi, serta faktor kelembaban. Pada faktor kepadatan penghuni dapat dijelaskan, bahwa semakin padat maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit melalui udara akan semakin mudah dan cepat. Sesuai standard Depkes, tingkat kepadatan rumah minimal 10 m2 per orang, jarak antar tempat tidur satu dengan lainnya 90 cm. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa risiko terjadinya TB Paru jauh lebih tinggi pada penduduk yang tinggal pada rumah yang tidak memenuhi standar kepadatan hunian.
Faktor lantai terkait dengan dengan tingkat kelembaban ruangan, sehingga pada kondisi lantai tumah terbuat dari tanah, cenderung mempengaruhi viabilitas kuman TBC di lingkungan yang pada akhirnya dapat memicu daya tahan kuman TBC di udara semakin lama.
Faktor Ventilasi akan terkait dengan sirkulasi pergantian udara dalam rumah serta proses pengurangan tingkat kelembaban. Standar luas ventilasi sesuai Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah 10% dari luas lantai. Ventilasi selain berperan sebagai tempat masuk sinar matahari, juga mempengaruhi dilusi udara, yang dapat mengencerkan konsentrasi kuman TBC atau kuman lain, yang dapat terbawa keluar ruangan, yang pada akhirnya dapat mati oleh sinar ultra violet matahari.
Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa luas lubang ventilasi rumah dan pencahayaan rumah mempengaruhi kehidupan bakteri dan jamur dalam rumah. Sementara penelian lain menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan penularan penyakit TB Paru adalah kepadatan hunian kamar tidur, pencahayaan sinar matahari, ventilasi, jenis lantai, jenis dinding, dan bahan bakar yang digunakan dalam rumah tangga, status gizi, dan perilaku merokok.
Faktor Pencahayaan. Menurut penelitian semua cahaya pada dasarnya dapat membunuh kuman TBC, tergantung jenis dan intensitasnya. Pencahayaan yang tidak memenuhi syarat berisiko 2,5 kali terkena TBC dibanding yang memenuhi syarat Rumah memerlukan cahaya cukup, khususnya sinar matahari dengan ultra violet nya. Pemenuhan pencahayaan rumah selain dipenuhi dari sumber buatan seperti lampu, juga oleh keberadaan ventilasi dan genteng kaca di rumah kita.
Sebagaimana kita ketahui, penyakit TB Paru disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang menular melalui udara. Proses penularan tidak sederhana, misalnya dengan menghirup udara bercampur bakteri TBC lalu terinfeksi kemudian menderita penyakit TB Paru. Masih banyak faktor atau variabel yang berperan dalam timbulnya TB Paru pada seseorang. Daya penularan ditentukan banyaknya kuman dan patogenitas kuman, serta lamanya seseorang menghirup udara yang mengandung bakteri TBC.
Faktor Kelembaban. Tingkat kelembaban masih terkait erat dengan tingkat kepadatan dan ventilasi rumah. Kelembaban merupakan sarana yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, termasuk TBC. Namun kelembaban juga dipengaruhi oleh topografi sehingga wilayah lebih tinggi cenderung memiliki kelembaban yang lebih rendah. Menurut penelitian, penghuni rumah menempati rumah dengan tingkat kelembaban ruang lebih besar dari 60% berisiko terkena TB Paru 10,7 kali dibanding yang tinggal pada rumah dengan kelembaban lebih kecil atau sama dengan 60%.
Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa TBC akan meningkat pada penduduk dengan keadaan gizi yang jelek, tingkat kepadatan hunian yang tinggi, serta faktor lingkungan terutama sirkulasi udara yang buruk. Hal lain yang dapat menjadi faktor risiko adalah paparan asap rokok dimana anak yang terpapar asap rokok (perokok pasif) terbukti lebih sering mendapat TB. Tuberkulosis pada perokok lebih menular daripada TB pada penderita yang tidak merokok. Selain asap rokok, asap pembakaran di dapur juga dapat menjadi faktor risiko TB.
Refference:
- Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Achmadi, U.F, Penerbit Buku Kompas, Jakarta. 2005.
- Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/ SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, Jakarta.
- Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, 2007