'cookieChoices = {};' Free About Sanitarian and Public Health Community

Pencarian Sanitarian Topic

Custom Search

Menghitung Kebutuhan Jamban pada Kondisi Bencana

Written By munif on Tuesday, April 20, 2021 | 6:19 PM


Standar jumlah dan lokasi pembangunan jamban pada daerah pengungsian akibat bencana


Cakupan pemanfaatan sarana pembuangan kotoran, merupakan salah satu faktor penting untuk diperhatikan dalam kegiatan Surveilans Faktor Risiko pada keadaan darurat bencana. Survailans faktor risiko dilakukan terhadap kondisi lingkungan disekitar lokasi bencana atau lokasi penampungan pengungsi yang dapat menjadi faktor risiko timbulnya atau persebaran penyakit terhadap pengungsi.
6:19 PM | 0 comments | Read More

Sanitasi Haji

Written By munif on Tuesday, April 13, 2021 | 6:23 PM

Penyehatan Lingkungan dan Sanitasi Makanan pada Penyelenggaraan Ibadah Haji


Satu lagi obyek dan sasaran inspeksi sanitasi yang perlu diketahui rekan Sanitarian. Sanitasi Haji. Mungkin diantara Sanitarian sudah pernah bertugas sebagai Petugas sanitasi surveilans dan sanitasi pada pelaksanaan Haji ini. Saya percaya walaupun belum pernah bertugas sebagai petugas jenis ini, banyak rekan Sanitarian dan Surveilance yang Muslim) sudah pernah menunaikan Rukun Islam ke-lima ini, dan sedikit banyak sudah berpengalaman secara langsung melakukan pengamatan pada obyek dan sasaran Sanitasi dalam penyelenggaraan Haji ini. Penulis sendiri sampai saat ini belum punya pengalaman tersebut, dan masih menunggu panggilan dan undangan shohibul bait tanah haram – Makkah al Mukarromah ... Amin ....

Pada awalnya saya berfikir standar sanitasi haji ini akan banyak mengadopsi standar sanitasi bencana karena sifatnya yang darurat. Namun karena Pelaksanaan haji ini sedemikian banyak mempersyaratkan energi dan sumber daya bagi jamaah, dan ritual ini menjadi rutinitas setiap tahun, maka akan menjadi mustahil jika standard yang digunakan akan bersifat ”darurat”. 

Mungkin pelaksanaan sanitasi haji menjadi sedikit menguras energi karena sasaran pengawasan dan pembinaan akan melibatkan lintas teritorial negara lengkap dengan alur birokrasi dan prosedur yang menyertainya, sementara tool dan teknologi kesehatan dan sanitasi lingkungan kita masih ”Jago Kandang”, dan belum terfikir untuk masuk ”Pasar Bursa”untuk menjadi percaya diri bersifat ”public”.
Dasar hukum pelaksanaan Sanitasi Haji yang dapat kita pakai antara lain :
  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
  2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 442/MENKES/SK/VI/2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji
  3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 442/Menkes/SK/VI/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia
  4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji 
Beberapa pengertian yang terkait dengan pelaksanaan ibadah haji dan pelayanan kesehatan haji sesuai UU Nomor 13 Tahun 2008 adalah sebagai berikut ;
Ibadah Haji adalah rukun Islam kelima yang merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap orang Islam yang mampu menunaikannya. Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah rangkaian kegiatan pengelolaan pelaksanaan Ibadah Haji yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan Jemaah Haji. Jemaah Haji adalah Warga Negara Indonesia yang beragama Islam dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah Haji sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

Sedangkan pengertian Pelayanan Kesehatan adalah pemeriksaan, perawatan, dan pemeliharaan kesehatan Jemaah Haji. Jemaah Haji berhak memperoleh pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dalam menjalankan Ibadah Haji, yang meliputi: pelayanan Akomodasi, konsumsi, Transportasi, dan Pelayanan Kesehatan yang memadai, baik di tanah air, selama di perjalanan, maupun di Arab Saudi. Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Ibadah Haji, baik pada saat persiapan maupun pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji, dilakukan oleh menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.Image(330)

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 442/MENKES/SK/VI/2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji diuraikan beberapa hal sebagai berikut :
Penyehatan Lingkungan dan Sanitasi Makanan merupakan kegiatan pemeriksaan, pemantauan, kajian, rekomendasi antisipasi, kewaspadaan dan tindakan penaggulangan serta kerjasamaberbagai pihak dalam sanitasi makanan, penyehatan lingkungan asrama/pondokan, transportasi, restoran, dan tempat-tempat pelayanan agar jamaah haji dan petugas bebas dari ancaman terjadinya KLB keracunan dan penyakit menular, atau gangguan kesehatan lainnya.

Penyehatan lingkungan dan sanitasi makanan pada Penyelenggaraan Kesehatan Haji mempunyai rumah besar kegiatan dengan klasifikasi pada Pengendalian faktor resiko kesehatan, penyehatan lingkungan, dan surveilans. Kegiatan ini dilaksanakan baik sebelum maupun pada saat pelaksanaan rangkaian Ibadah Haji ldi tanah air, di perjalanan/pesawat, maupun selama di Arab Saudi).

Prioritas kegiatan adalah pengendalian vektor penular penyakit, penyediaan kamar tidur, air mandi dan air minum baik di asrama embarkasi/debarkasi, pondokan di Arab Saudi maupun di tempat-tempat pelayanan jamaah haji.

Sasaran kegiatan Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan pada penyelenggaraan ibadah haji ini secara garis besar sebagai berikut :

a. Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan di tanah air.
Sasaran kegiatan adalah Asrama haji transit, asrama haji embarkasi/debarkasi, dan jasa boga haji. Terdapat dua kegiatan selama tahap ini yaitu Pemeriksaan dan Penilaian Awal, serta kegiatan selama operasional.

Obyek pemeriksaan dan penilaian awal asrama meliputi umum, ruang bangunan, kamar tidur jamaah, penyediaan air bersih, dapur, pengelolaan limbah, dan pengendalian vektor. Pemeriksaan dan penilaian asrama berdasarkan pada standard asrama, standar kualitas udara dan pencahayaan di sarama, standar kepadatan ruang tidur, tempat sampah, dan lainnya sesuai standar yang berlaku
Sedangkan kegiatan selama operasional antara lain :
  • Melakukan pemamantauan kesehatan lingkungan
  • Penyuluhan kesehatan lingkungan dan personal hygiene
  • Pembinaan dan pengawasan hygiene dan sanitasi rumah makan dan jasa boga yang menyediakan makanan dan minuman bagi jamaah haji baik sebelum berangkat, dalam perjalanan, maupun setelah tiba dan selama di Arab Saudi
  • Pengambilan sampel makanan dan minuman
  • Pengendalian vektor
b. Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan di pesawat/kapal, meliputi pemeriksaan fisik kebersihan lingkungan, pengendalian vektor, serta pengawasan hygiene sanitasi makanan.
Test Daya Ingat CJH

c. Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan selama operasional di Saudi Arabia.
Sasaran kegiatan pada tahap ini adalah pondokan jamaah haji, pondokan petugas haji, lingkungan kantor daerah kerja dan sektor di Jeddah, Makkah, dan Madinah, lingkungan BPHI daerah kerja dan BPHI Sektor, catering Air Port Jeddah dan Madinah dan catering jamaah hajidan petugas haji di Daker Jeddah, Makkah dan Madinah.

Pada poin c tersebut, terdapat dua kegiatan, yaitu tahap persiapan dan tahap selama operasional. Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan antara lain meliputi Penetapan standar dan pemeriksaan serta penilaian awal terhadap pondokan dan jasa boga. Sedangkan kegiatan selama operasional haji antara lain meliputi :
  • Melaksanakan pemeriksaan dan pemantauan kesehatan lingkungan kantor, pondokan
  • Penyluhuan kesehatan lingkungan dan personal hygiene
  • Pembinaan dan pengawasan hygiene dan sanitasi jasa boga dan restoran yang terkait baik sebelum maupun selama di Arab Saudi
  • Pengambilan sampel makanan dan minuman
  • Pengendalian vektor
Pada Keputusan Menteri Kesehatan ini juga dijelaskan, bahwa pengertian Hygiene Sanitasi Makanan adalah pengendalian terhadap faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Pengendalian dilakuakn di Asrama haji, di pesawat, serta di Saudi Arabia. Jika rekan Sanitarian ingat materi kuliah dulu, yang paling tepat untuk memaknai pengertian ini mungkin kita dapat mempergunakan entry point dan pendekatan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).

Secara praktis pelaksanaan di lapangan, berikut saya sampaikan tulisan Roedi Hariyanto.
Langkah-langkah Kegiatan Pengawasan hygiene sanitasi makanan di Daerah Kerja (Daker), yang meliputi beberapa tahap, antara lain :

Tahap Persiapan : Petugas sanitasi surveilans berkoordinasi dengan Wakadaker Pelayanan Kesehatan, Kabid Pelayanan Umum, Ka. Daker dan TUH untuk melakukan peninjauan kesiapan perusahaan catering yang ada di Madinah dan Jeddah. Petugas sanitasi surveilans berkoordinasi dengan Ka. Daker dan TUH untuk mendapatkan ijin melakukan pengawasan ke katering.

Bersama petugas pengawasan catering Daker lDepag) melakukan inventarisasi perusahaan catering di Arab Saudi dan kontak personnya. Di Madinah biasanya ada 8 – 9 perusahaan catering, sedangkan di Jeddah ada 3 – 4 perusahaan Catering. Pada tahap ini beberapa tool yang dapat dipergunakan antara lain :
  • Formulir pemeriksaan sanitasi catering
  • Alat pemeriksaan makanan seperti : Pemeriksaan arsen, sianida, bakteriologis, sisa chlor dan pH.
  • Lemari pendingin lkulkas) untuk menyimpan sample makanan lbank sample)
  • Mengembangkan jejaring kemitraan dengan kementerian kesehatan Arab Saudi
Sanitasi surveilans melalui Wakadaker Pelayanan Kesehatan dan Kadaker membuat surat edaran tentang kewajiban catering untuk mengambil dan menyimpan sampel makanan yang disajikan setiap harinya .
Test Kebugaran CJH
Tahap Pelaksanaan : Pada tahap ini beberapa kegiatan dapat dilaksanakan yaitu :
  • Petugas sanitasi surveilans bersama ahli gizi dan pengawas catering daker melakukan kunjungan ke lokasi catering.
  • Petugas sanitasi surveilans melakukan pengamatan dan pemeriksaan langsung sesuai 4 lempat) factor risiko, Makanan, Peralatan, Orang, dan Tempat.
  • Mengisi formulir berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengamatan yang dilakukan.
  • Melakukan pengukuran dan pemeriksaan sampel makanan dan air yang digunakan seperti sisa Chlor dan pH.
  • Melakukan pemeriksaan Personal Hygiene kepada Penjamah makanan dan memeriksa Surat Keterangan Sehat dari Dokter setempat.
  • Penyuluhan kepada penjamah makanan dan Penanggung Jawab perusahaan catering.
  • Mengambil dan menyimpan sampel makanan masak siap saji, di dalam bank sample llemari pendingin). Dengan mencatat Tgl Pengambilan, jam pengambilan, Nama Perusahaan Katering. Kemudian disimpan dalam bank sample.
  • Setelah 1 X 24 jam bila tidak ada kasus, sample makanan boleh dimusnahkan/dibuang.
  • Bila terjadi Kejadian Luar Biasa lKLB), karena kasus keracunan makanan bisa dilakukan pemeriksaan sample makanan di Laboratorium Pemerintah Arab Saudi.
Tahap Monitoring & evaluasi : Pada tahap ini petugas Sanitasi surveilans melakukan pemantauan terhadap sampel yang disimpan oleh catering minimal seminggu sekali lKatering wajib menyimpan sampel makanan masak yang disajikan setiap harinya dalam suhu yang sesuai dengan peruntukan sampel).

Tahap Pelaporan : Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah merekap hasil pengawasan sanitasi catering dan membuat laporan pengawasan sanitasi catering selama periode kedatangan lPra Armina), Arafah Mina lArmina) dan periode kepulangan lPasca Armina). Ditujukan kepada Ka Daker, TUH dan Indonesia. Bila memang memungkinkan hasil pemantauan selama periode Pra Armina dan Pasca Armina terutama di Daker Madinah bisa dipresentasikan dihadapan pejabat TUH, Daker dan structural lainnya, untuk mendapatkan masukan dan rekomendasi tindak lanjut terhadap perusahaan catering.

Hal yang perlu diperhatikan
Jemaah haji selama di Madinah, Arafah-Muzdalifah-Mina dan Jeddah mendapat makanan dari catering ljasaboga). Sebelumnya catering harus diperiksa oleh petugas sanitasi surveilans. Makanan yang akan dibagikan kepada jamaah harus terlebih dahulu dilakukan uji organoleptik dan biologis oleh petugas sanitasi surveilans.

Juga harus diperhatikan terkait makanan ini adalah :
  • Makanan didistribusikan kepada jamaah tidak boleh lebih dari 2 jam setelah pemasakan.
  • Makanan yang sudah diterima oleh jamaah harus segera dikonumsi dan tidak boleh lebih dari 4 jam agar makanan tidak basi.

Pengawasan Sanitasi Pondokan

Pengawasan Sanitasi Pondokan serta hal-hal yang terkait dengan sanitasi pondokan pada pelaksanaan ibadah haji : (Article sourse : Roedi Hariyanto).Image(484)
Kegiatan Pengawasan sanitasi pondokan dilaksanakan di Arab Saudi mulai dari persiapan pemilihan gedung/pondokan, menjelang kedatangan jemaah haji dan selama jemaah haji tinggal.
Persiapan pemilihan gedung/pondokan : Pemilihaan gedung menjadi tugas Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan tim perumahan dari Kementerian Agama, menggunakan standar kesehatan pondokan pada awal persiapan penyelenggaraan ibadah haji di tahun berjalan.
Menjelang kedatangan jemaah haji Pengawasan sanitasi pondokan dilakukan oleh petugas sanitasi surveilans yang ditempatkan di sektor – sektor Madinah dan Makkah, berkoordinasi dengan tim sansur daker setempat. Untuk Daker Jeddah menjadi tanggungjawab petugas sanitasi surveilans di daker. Sedangkan selama jemaah haji di pondokan lMadinah, Makkah dan Jeddah), pengawasan sanitasi pondokan dilakukan oleh TKHI kloter, bila terdapat hal-hal yang berisiko terhadap jemaah haji terkait dengan sanitasi pondokan maka dilaporkan ke petugas sanitasi surveilans dan perumahan di sektor setempat.

Tujuan pengawasan sanitasi pondokan dan lingkungan adalah:
  • Melindungi jemaah haji dari dampak kualitas lingkungan perumahan/pondokan yang tidak sehat.
  • Agar Kualitas kebersihan pondokan dan lingkungan dapat terpantau, dan memenuhi persyaratan kesehatan.
  • Jemaah haji bebas dari risiko penularan penyakit, yang diakibatkan oleh transmisi dari faktor pondokan dan lingkungan.
Pengawasan Sanitasi Pondokan dan Lingkungan meliputi :
a. Pemantauan Suhu, Kelembaban Udara dan kecepatan angin
b. Pengawasan bagian luar pondokan
c. Pengawasan bagian dalam pondokan
d. Pengawasan ketersediaan air bersih dan kualitasnya
e. Persyaratan Sanitasi Pondokan

Persyaratan Sanitasi Pondokan:
Latihan Stretching dalam pesawat bagi CJH
1. Ruang Tidur
  • Luas lantai kamar tidur 3,5 m²/jemaah
  • Kamar tidur jemaah harus selalu terjaga kebersihannya
  • Tersedia tempat sampah harus selalu terjaga kebersihanya.
  • Ventilasi minimal 10 % luas lantai, bila tidak terpenuhi harus dilengkapi exhaust yang berfungsi dengan baik.
  • Bila menggunakan AC harus sudah dalam keadaan bersih sebelum kedatangan jemaah.
2. Suhu Udara, kelembaban dan Pencahayaan
  • Suhu Udara nyaman berkisar 18 - 30ÂșC
  • Kelembaban Udara antara 40 – 70%
  • Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan.
3. Air Bersih
  • Ketersediaan air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan minum, kebersihan perorangan lseperti mandi, masak, berwudhu serta mencuci pakaian) minimal 40 L/org/hr
  • Kualitas air harus memenuhi persyaratan fisik, kimia terbatas dan bakteriologi le.coli). Informasi mengenai kualitas air bersih dapat diperoleh dari hasil pemeriksaan rutin oleh pihak Arab Saudi.
4. Pengelolaan Sampah
  • Disediakan tempat penampungan sampah sementara dengan kapasitas 50 – 100 L/25 – 50 jemaah di setiap lokasi tempat penghasil sampah, termasuk di ruang tidur.
  • Tempat sampah diletakkan sedemikian rupa, agar memudahkan jemaah membuang sampah
  • Pengosongan sampah harus dilakukan setiap hari oleh petugas pondokan agar tidak menimbulkan bau atau tidak menjadi tempat berkembang biaknya lalat dan serangga lainnya.
5. Pengelolaan Limbah
  • Limbah cair yang berasal dari pondokan tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.
  • Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, mencemari permukaan tanah serta air.
6:23 PM | 0 comments | Read More

Pengelolaan Limbah Padat Domestik Covid-19

Pengelolaan Limbah Padat Domestik Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/537/2020 Tentang Pedoman Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Limbah dari Kegiatan Isolasi Atau Karantina Mandiri di Masyarakat Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), dalam lampiran diuraikan berbagai hal terkait Pengelolaan Limbah Padat Domestik dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Limbah padat domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan kerumahtanggaan atau sampah sejenis, seperti sisa makanan, kardus, kertas, dan sebagainya baik organik maupun anorganik. Sedangkan limbah padat khusus meliputi masker sekali pakai, sarung tangan bekas, tisu/kain yang mengandung cairan/droplet hidung dan mulut, diperlakukan seperti Limbah B3 infeksius.


Beberapa langkah kegiatan Pengelolaan Limbah Padat Domestik Covid-19, sebagai berikut:

Langkah-langkah:

1.      Sediakan tiga wadah limbah padat domestik di lokasi yang mudah dijangkau orang, yaitu wadah untuk limbah padat organik, non organik, dan limbah padat khusus (untuk masker sekali pakai, sarung tangan bekas, tisu/kain yang mengandung cairan/droplet hidung dan mulut).

2.      Wadah tersebut dilapisi dengan kantong plastik dengan warna berbeda sehingga mudah untuk pengangkutan limbah dan pembersihan wadah.

3.      Pengumpulan limbah dari wadah dilakukan jika sudah 3/4 penuh atau sekurang-kurangnya sekali dalam 24 jam.

4.       Pengumpulan limbah padat khusus dilakukan jika sudah 3/4 penuh atau sekurang-kurangnya sekali dalam 6 jam.

5.       Petugas pengumpulan limbah harus dilengkapi dengan masker, sarung tangan, sepatu boot, dan apron.

6.       Petugas pengumpulan sampah khusus harus dilengkapi dengan masker, sarung tangan, sepatu boot, apron, kaca mata pelindung (goggle), dan penutup kepala. Pengumpulan dilakukan dengan langkah-langkah: a. buka tutup tempat sampah, b. ikat kantong pelapis dengan membuat satu simpul, c. masukkan kantong tersebut ke wadah untuk diangkut

7.       Setelah melakukan pengumpulan, petugas wajib membersihkan seluruh badan atau sekurang-kurangnya mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

8.       Peralatan pelindung diri yaitu goggle, boot, dan apron yang digunakan agar didisinfeksi sesegera mungkin pada larutan disinfektan, sedangkan masker dan sarung tangan dibuang ke wadah limbah padat khusus.

9.       Limbah padat organik dan anorganik agar disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Padat Domestik paling lama 1 x 24 jam untuk kemudian berkoordinasi dengan instansi yang membidangi pengelolaan limbah domestik di kabupaten/kota.

10.    Tempat Penyimpanan Sementara Limbah padat domestik agar dilakukan disinfeksi.

11.     Limbah padat khusus agar disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara Sampah/Limbah B3 dengan perlakuan seperti limbah B3 infeksius.

6:22 PM | 0 comments | Read More

Pengelolaan Air Limbah Kasus COVID-19

Written By munif on Sunday, April 11, 2021 | 6:21 PM

Langkah-Langkah Pengelolaan Air Limbah Kasus COVID-19 Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/537/2020 Tentang Pedoman Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Limbah dari Kegiatan Isolasi Atau Karantina Mandiri di Masyarakat Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19),

dalam lampiran diuraikan berbagai hal terkait Pengelolaan Air Limbah sebagai berikut:

Air limbah kasus Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang harus diolah adalah semua air buangan termasuk tinja, berasal dari kegiatan penanganan pasien COVID-19 yang kemungkinan mengandung mikroorganisme khususnya virus Corona, bahan kimia beracun, darah dan cairan tubuh lain, serta cairan yang digunakan dalam kegiatan isolasi pasien meliputi cairan dari mulut dan/atau hidung atau air kumur pasien dan air cucian alat kerja, alat makan dan minum pasien dan/atau cucian linen, yang berbahaya bagi kesehatan, bersumber dari kegiatan pasien isolasi COVID-19, ruang perawatan, ruang pemeriksaan, ruang laboratorium, ruang pencucian alat dan linen.


Air limbah kasus COVID-19 tidak hanya berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan yang menangani pasien terkonfirmasi COVID-19, namun air limbah kasus COVID-19 juga dapat berasal dari rumah atau fasilitas lainnya di masyarakat yang melakukan isolasi mandiri. Air limbah kasus COVID-19 dari isolasi mandiri berasal dari air buangan baik cairan tubuh dari orang yang melakukan isolasi mandiri maupun air buangan dari hasil pencucian peralatan pribadi.

Untuk dapat mencegah penularan dan melakukan pengendalian COVID-19, maka perlu adanya langkah-langkah dalam mengolah air limbah kasus COVID-19 baik dari fasilitas pelayanan kesehatan yang menangani pasien COVID- 19 maupun dari rumah atau fasilitas lain di masyarakat yang melakukan isolasi mandiri.

Langkah-Langkah Pengelolaan Air Limbah Kasus COVID-19 Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

1.        Cairan dari mulut dan/atau hidung atau air kumur pasien dimasukkan ke wadah pengumpulan yang  disediakan atau langsung dibuang di wastafel atau lubang air limbah di toilet.

2.       Air cucian alat kerja, alat makan dan minum pasien dan/atau cucian linen dimasukkan langsung ke dalam lubang air limbah yang tersedia.

3.         Pastikan semua pipa penyaluran air limbah harus tertutup dengan diameter memadai.

4.         Pastikan aliran pada semua titik aliran lancar, baik di dalam gedung maupun di luar gedung.

5.         Pemeriksaan instalasi penyaluran dilakukan setiap hari.

6.         Pastikan semua unit operasi dan unit proses Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) bekerja optimal.

7.         Unit proses IPAL sekurang-kurang terdiri atas proses sedimentasi awal, proses biologis (aerob dan/atau anaerob), sedimentasi akhir, penanganan lumpur, dan disinfeksi dengan klorinasi (dosis disesuaikan agar mencapai sisa klor 0,1-0,2 mg/l). Setelah proses klorinasi, pastikan air kontak dengan udara untuk menghilangkan kandungan klor di dalam air sebelum dibuang ke badan air penerima.

8.         Lumpur hasil proses IPAL, bila menggunakan pengering lumpur atau mesin press, dapat dibakar di insinerator atau dikirim ke perusahaan jasa pengolah limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Bila tidak dimungkinkan untuk dilakukan keduanya, maka dapat dilakukan penguburan sesuai dengan kaidah penguburan limbah B3 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

9.       Pengukuran unit proses disinfeksi air limbah dengan kandungan sisa klor pada kisaran 0,1-0,2 mg/l yang diukur setelah waktu kontak 30 menit sekurang-kurangnya sekali dalam sehari.

10.     Lakukan pengukuran kualitas air limbah dan pastikan semua parameter hasil pengolahan memenuhi baku mutu air limbah domestik sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, sebagai berikut:

 

Parameter

Satuan

Kadar Maksimum*

pH

-

6-9

BOD

mg/L

30

COD

mg/L

100

TSS

mg/L

30

Minyak & lemak

mg/L

5

Amoniak

mg/L

10

Total Coliform

Jumlah/ 100mL

3000

Debit

L/orang/hari

100

Pengukuran dilakukan sekurang-kurangnya setiap 1 bulan sekali. Dalam kondisi darurat yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan ke laboratorium terakreditasi, maka dapat dilakukan pemeriksaan internal dan melaporkannya kepada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota setempat

Langkah-Langkah Pengelolaan Air Limbah Kasus COVID-19 Di Rumah

1.    Cairan dari mulut dan/atau hidung atau air kumur, air seni dan air tinja orang yang isolasi mandiri langsung dibuang di wastafel atau lubang air limbah di toilet dan dialirkan ke septic tank.

2.    Untuk peralatan makan, minum dan peralatan pribadi lainnya yang digunakan oleh orang yang isolasi mandiri harus dilakukan pencucian dengan menggunakan deterjen dan air limbah yang berasal dari cucian dibuang ke Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL).

6:21 PM | 0 comments | Read More

Langkah-Langkah Pengelolaan Limbah B3 Medis Padat Penanganan COVID -19

Written By munif on Tuesday, March 30, 2021 | 10:32 PM

Langkah-Langkah Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Medis Padat di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Penanganan COVID -19

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/537/2020 Tentang Pedoman Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Limbah dari Kegiatan Isolasi Atau Karantina Mandiri di Masyarakat Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), beberapa langkah Pengelolaan Limbah B3 medis padat sebagai berikut:

 

1.       Limbah B3 medis dimasukkan ke dalam wadah/bin yang dilapisi kantong plastik warna kuning yang bersimbol “biohazard”.

2.       Hanya limbah B3 medis berbentuk padat yang dapat dimasukkan ke dalam kantong plastik limbah B3 medis.

3.       Bila di dalamnya terdapat cairan, maka cairan harus dibuang ke tempat penampungan air limbah yang disediakan atau lubang di wastafel atau WC yang mengalirkan ke dalam Instalasi pengolahan Air Limbah (IPAL).

4.         Setelah 3/4 penuh atau paling lama 12 jam, sampah/limbah B3 dikemas dan diikat rapat dan dilakukan disinfeksi.

5.         Limbah Padat B3 Medis yang telah diikat setiap 24 jam harus diangkut, dicatat dan disimpan pada Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah B3 atau tempat yang khusus.

6.         Petugas wajib menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap seperti tampak gambar:

7.         Pengumpulan limbah B3 medis padat ke TPS Limbah B3 dilakukan dengan menggunakan alat transportasi khusus limbah infeksius dan petugas menggunakan APD.

8.         Berikan simbol Infeksius dan label, serta keterangan “Limbah Sangat Infeksius. Infeksius Khusus”.

9.         Limbah B3 Medis yang telah diikat setiap 12 jam di dalam wadah/bin harus diangkut dan disimpan pada TPS Limbah B3 atau tempat yang khusus.

10.     Pada TPS Limbah B3 kemasan sampah/limbah B3 COVID-19 dilakukan disinfeksi dengan menyemprotkan disinfektan (sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan) pada plastik sampah yang telah terikat.

11.     Setelah selesai digunakan, wadah/bin didisinfeksi dengan disinfektan seperti klorin 0,5%, lysol, karbol, dan lain-lain.

12.     Limbah B3 Medis padat yang telah diikat, dilakukan disinfeksi menggunakan disinfektan berbasis klorin konsentrasi 0,5% bila akan diangkut ke pengolah.

13.     Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan alat transportasi khusus limbah dan petugas menggunakan APD.

14.     Petugas pengangkut yang telah selesai bekerja melepas APD dan segera mandi dengan menggunakan sabun antiseptik dan air mengalir.

15.     Dalam hal tidak dapat langsung dilakukan pengolahan, maka Limbah dapat disimpan dengan menggunakan freezer/cold storage yang dapat diatur suhunya di bawah 0oC di dalam TPS.

16.     Melakukan disinfeksi dengan disinfektan klorin 0,5% pada TPS Limbah B3 secara menyeluruh, sekurang-kurangnya sekali dalam sehari.

17.     Pengolahan limbah B3 medis dapat menggunakan insinerator/ autoklaf/ gelombang mikro. Dalam kondisi darurat, penggunaan peralatan tersebut dikecualikan untuk memiliki izin.

18.     Untuk fasilitas pelayanan kesehatan yang menggunakan insinerator, abu/residu insinerator agar dikemas dalam wadah yang kuat untuk dikirim ke penimbun berizin. Bila tidak memungkinkan untuk dikirim ke penimbun berizin, abu/residu insinerator dapat dikubur sesuai konstruksi yang ditetapkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

19.     Untuk fasilitas pelayanan kesehatan yang menggunakan autoklaf/gelombang mikro, residu agar dikemas dalam wadah yang kuat. Residu dapat dikubur dengan konstruksi yang ditetapkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

20.     Untuk fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak memiliki peralatan pengolah limbah dan tidak ada pihak pengelola limbah B3 dapat langsung melakukan penguburan dengan langkah-langkah sebagai berikut:  a. limbah didisinfeksi terlebih dahulu dengan disinfektan berbasis klor 0,5%, b. dikubur dengan konstruksi yang ditetapkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56 tahun 2015.

21.     Konstruksi penguburan sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan:

22.     Pengolahan juga dapat menggunakan jasa perusahaan pengolahan yang berizin, dengan melakukan perjanjian kerjasama pengolahan.

23.     Pengolahan harus dilakukan sekurang-kurangnya 2 x 24 jam.

24.     Timbulan/volume limbah B3 harus tercatat dalam logbook setiap hari.

25.     Memiliki manifest limbah B3 yang telah diolah, contoh formulir manifest sebagaimana Form I.

26.     Melaporkan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait jumlah limbah B3 medis yang dikelola, melalui Dinas Lingkungan Hidup Provinsi/Kabupaten/Kota dan ditembuskan Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten / Kota.

27.     Laporan terkait pengelolaan limbah medis dan limbah spesifik COVID- 19 juga disampaikan ke Kementerian Kesehatan secara online melalui link: bit.ly/formulirlimbahcovid. Informasi yang dibutuhkan dalam link tersebut adalah alamat email, nama provinsi/kabupaten/kota, nama fasilitas pelayanan kesehatan, jumlah timbulan limbah COVID-19 (rata-rata kg/hari), jumlah timbulan limbah medis (rata-rata kg/hari), pengolahan limbah COVID-19/limbah medis dan jumlah pasien COVID-19 yang dirawat (rata-rata pasien/hari).

28.     Fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki alat pengolahan limbah dapat menerima limbah B3 medis dari fasilitas pelayanan kesehatan sekitarnya.

 

10:32 PM | 0 comments | Read More

Sanitasi Bencana

Written By munif on Wednesday, January 20, 2021 | 7:38 PM

Standar Sanitasi Darurat pada Daerah Bencana

Berikut beberapa summary dari dasar pelaksanaan permasalahan sanitasi yang harus diperhatikan pada daerah bencana :

Dasar pelaksanaan Sanitasi Darurat pada daerah bencana mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 12/MENKES/SK/I/2002 Tentang Pedoman Koordinasi Penanggulangan Bencana Di Lapangan.

Dasar hukum ini juga mengacu pada beberapa keputusan, baik keputusan Presiden maupun Menteri yang lain sebagai berikut :

  1. UU Nomor 36/2009 tentang kesehatan 
  2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan
  3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
  4. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2007 tentang Badan SAR Nasional.
  5. Keputusan Presiden Nomor : 3/2001 tentang Badan Kordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi ( Bakornas PB-P ).
  6. Kepmenkes Nomor : 979/2001 tentang Protap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi.
  7. Kepses Bakornas PB-P Nomor : 2/2001 tentang Pedoman Umum Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi

Manajemen Penanggulangan bencana dilapangan (Tingkat Kabupaten/ Kota)
Penanggulangan korban bencana di lapangan pada prinsipnya harus tetap memperhatikan faktor safety / keselamatan bagi penolongnya setelah itu baru prosedur di lapangan yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penanganan, secara umum pada tahap tanggap darurat dikelompokkan menjadi kegiatan sebagai berikut :
  1. Pencarian korban (Search)
  2. Penyelamatan korban Rescue)
  3. Pertolongan pertama (Live Saving)
  4. Stabilisasi korban
  5. Evakuasi dan rujukan
Upaya ini ditujukan untuk menyelamatkan korban semaksimal mungkin guna menekan angka morbilitas dan mortalitas. Hal dipengaruhi oleh jumlah korban, keadaan korban, geografi, lokasi, fasilitas yang tersedia dilokasi, dan sumberdaya yang ada. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah : Organisasi di lapangan, komunikasi, dokumen dan tata kerja.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 279/MENKES/SK/XI/2001 Tentang Pedoman Penilaian Risiko Bencana Di Provinsi Dan Kabupaten/Kota Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Unsur – unsur Penilaian Risiko
Dalam melaksanakan Penilaian Risiko kita mengenal 2 determinan Yaitu Kelompok jenis bahaya dan Kelompok variabel. Dari kelompok jenis bahaya, termasuk didalamnya adalah jenis–jenis bahaya sebagai berikut :
  1. Gempa Bumi
  2. Letusan Gunung Berapi
  3. Tsunami (Gelombang Pasang)
  4. Angin Puyuh (Putting Beliung)
  5. Banjir (Akibat Cuaca Ekstrim/Dampak La Nina)
  6. Tanah Longsor
  7. Kebakaran Hutan/Asap (Haze)
  8. Kekeringan (Cuaca Ekstrim/Dampak El Nino)
  9. KLB (Kejadian Luar Biasa/Wabah Penyakit Menular)
  10. Kecelakaan Transportasi/Industri
  11. Konflik Dengan Kekerasan Akibat Kerusuhan Sosial
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001 Tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi 

Standar Minimal :  Adalah ukuran terkecil atau terendah dari kebutuhan hidup (air bersih dan sanitasi, persediaan pangan, pemenuhan gizi, tempat tinggal dan pelayanan kesehatan) yang harus dipenuhi kepada korban bencana atau pengungsi untuk dapat hidup sehat, layak dan manusiawi.
Pada pasca bencana beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan kajian lebih lanjut adalah :
  1. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal, sakit, cacat) dan ciri–ciri demografinya.
  2. Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan swasta.
  3. Ketersediaan obat dan alat kesehatan.
  4. Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan tugas.
  5. Kelompok–kelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita, ibu hamil, bunifas dan manula)
  6. Kemampuan dan sumberdaya setempat
Kebijakann Dalam Bidang Sanitasi :
Mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit melalui media lingkungan akibat terbatasnya sarana kesehatan lingkungn yang ada ditempat pengungsian, melalui pengawasan dan perbaikan kualitas Kesehatan Lingkungan dan kecukupan air bersih.

Alur fikir penanganan bencana, sesui Keputusan Menteri Kesehatan ini sebagai berikut :

Alur_SanitasiBencana


A. Pengadaan Air.
Semua orang didunia memerlukan air untuk minum, memasak dan menjaga bersihan pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak dikunsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya problema–problema kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu.

Tolok ukur kunci
a. Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per orang per hari
b. Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
c. Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
d. 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang

Kualitas air
Air di sumber–sumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risiko–risiko besar terhadap kesehatan akibat penyakit–penyakit maupun pencemaran kimiawi atau radiologis dari penggunaan jangka pendek.

Tolok ukur kunci ;
  1. Disumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter
  2. Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahawa resiko pencemaran semacam itu sangat rendah.
  3. Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai standar yang bias diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,2–0,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)
  4. Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah irencanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian tentang kadar endapan bahan–bahan kimiawi yang digunakan untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah kesehatan akibat konsumsi air itu.
  5. Prasarana dan Perlengkapan
Tolok ukur kunci :
  1. Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 10–20 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat ini sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup
  2. Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
  3. Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jam–jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari yang untuk laki–laki.
  4. Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.
B. Pembuangan Kotoran Manusia
Jumlah Jamban dan Akses Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam

Tolok ukur kunci :
  1. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
  2. Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan jamban permpuan)
  3. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
  4. Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik pembagian sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dsb.
  5. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah.
  6. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah.
  7. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya 1 (satu) Latrin/jaga untuk 6–10 orang
C. Pengelolaan Limbah Padat
  1. Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaranakibat limbah padat, termasuk limbah medis.
  2. Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
  3. Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik bekas pakai, perban–perban kotor, obat–obatan kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman atau tempat–tempat umum.
  4. Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat empat pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
  5. Terdapat lubang–lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat–tempat khusus untukmembuang sampah di pasar–pasar dan pejagalan, dengan system pengumpulan sampah secara harian.
  6. Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu sedemikian rupa sehingga problema–problema kesehatan dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.
  7. 7. 2 ( dua ) drum sampah untuk 80 – 100 orang
  8. Tempat/lubang Sampah Padat
  9. Masyarakat memiliki cara – cara untuk membuang limbah rumah tangga ehari–hari secara nyaman dan efektif.
Tolok ukur kunci :
  1. Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya dar lubang sampah umum.
  2. Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah rumah tangga sehari–hari tidak dikubur ditempat.
D. Pengelolaan Limbah Cair (pengeringan)
Sistem pengeringan :  Masyarakat memiliki lingkungan hidup sehari–hari yang cukup bebas dari risiko pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan, air luapan dari sumber– sumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari prasarana–prasarana medis.
Hal–hal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan pengelolaan limbah cair :
  1. Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik engambilan/sumber air untuk keperluan sehari–hari, didalam maupun di sekitar tempat pemukiman
  2. Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran pembuangan air.
  3. Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana – prasana pengadaan air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.
7:38 PM | 0 comments | Read More

Pengendalian Penyakit Diare pada Wilayah Bencana

Written By munif on Sunday, March 31, 2019 | 7:11 AM



Pengawasan dan Pengendalian Penyakit pada Wilayah Bencana


Potensi munculnya Kejadian Luas Biasa penyakit menular pada periode paska bencana sangat besar, sebagai akibat banyaknya faktor risiko yang mendukung. Karena itu, berbagai upaya pemberantasan penyakit menular dilakukan untuk mencegah KLB penyakit menular pada periode pascabencana. Selain itu, upaya ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi penyakit menular yang perlu diwaspadai pada kejadian bencana dan pengungsian.
7:11 AM | 0 comments | Read More

Pengendalian Lingkungan Pada Permenkes Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Written By munif on Thursday, December 20, 2018 | 11:15 PM


Pengendalian Lingkungan sesuai Permenkes Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Upaya kewaspadaan standar dari aspek lingkungan, sebagai upaya pencegahan dan pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, antara lain dilakukan dengan upaya pengendalian lingkungan . Beberapa upaya yang dilakukan antara lain dengan perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan permukaan lingkungan, serta desain dan konstruksi bangunan. Upaya tersebut dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung.

KUALITAS UDARA
Tidak dianjurkan melakukan fogging dan sinar ultraviolet untuk kebersihan udara, kecuali dry mist dengan H2O2 dan penggunaan sinar UV untuk terminal dekontaminasi ruangan pasien dengan infeksi yang ditransmisikan melalui air borne. Diperlukan pembatasan jumlah personil di ruangan dan ventilasi yang memadai. Tidak direkomendasikan melakukan kultur permukaan lingkungan secara rutin kecuali bila ada outbreak atau renovasi/pembangunan gedung baru.

KUALITAS AIR
Seluruh persyaratan kualitas air bersih harus dipenuhi baik menyangkut bau, rasa, warna dan susunan kimianya termasuk debitnya sesuai ketentuan peraturan perundangan mengenai syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum dan mengenai persyaratan kualitas air minum. Kehandalan penyaluran air bersih ke seluruh ruangan dan gedung perlu memperhatikan Sistem Jaringan dan Sistem Stop Kran dan Valve.

PERMUKAAN LINGKUNGAN
Seluruh pemukaan lingkungan datar, bebas debu, bebas sampah, bebas serangga (semut, kecoa, lalat, nyamuk) dan binatang pengganggu (kucing, anjing dan tikus) dan harus dibersihkan secara terus menerus. Tidak dianjurkan menggunakan karpet di ruang perawatan dan menempatkan bunga segar, tanaman pot, bunga plastik di ruang perawatan. Perbersihan permukaan dapat dipakai klorin 0,05%, atau H2O2 0,5-1,4%, bila ada cairan tubuh menggunakan klorin 0,5%.

Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat dan melaksanakan SPO untuk pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan,tempat tidur, peralatan disamping tempat tidur dan pinggirannya yang sering tersentuh. Fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai disinfektan yang sesuai standar untuk mengurangi kemungkinan penyebaran kontaminasi. Untuk mencegah aerosolisasi kuman patogen penyebab infeksi pada saluran napas, hindari penggunaan sapu ijuk dan yang sejenis, tapi gunakan cara basah (kain basah) dan mop (untuk pembersihan kering/lantai),bila dimungkinkan mop terbuat dari microfiber. Mop untuk ruang isolasi harus digunakan tersendiri, tidak digunakan lagi untuk ruang lainnya.

Larutan disinfektan yang biasa dipakai yaitu natrium hipoklorit 0,05- 0,5%. Bila ada cairan tubuh, alcohol digunakan untuk area sempit, larutan peroksida (H2O2) 0,5-1,4% untuk ruangan rawat dan 2% untuk permukaan kamar operasi, sedangkan 5-35% (dry mist) untuk udara. Ikuti aturan pakai cairan disinfektan, waktu kontak dan cara pengencerannya. Untuk lingkungan yang sering digunakan pembersihannya dapat diulang menggunakan air dan detergen, terutama bila di lingkungan tersebut tidak ditemukan mikroba multi resisten.

Pembersihan area sekitar pasien:
-       Pembersihan permukaan sekitar pasien harus dilakukan secara rutin setiap hari, termasuk setiap kali pasien pulang/keluar dari fasyankes (terminal dekontaminasi).
-       Pembersihan juga perlu dilaksanakan terhadap barang yang sering tersentuh tangan, misalnya: nakas disamping tempat tidur,tepi tempat tidur dengan bed rails,tiang infus, tombol telpon, gagang pintu, permukaan meja kerja, anak kunci, dan lainnya.
-       Bongkaran pada ruang rawat dilakukan setiap 1 (satu) bulan atau sesuai dengan kondisi hunian ruangan.

DESAIN DAN KONSTRUKSI BANGUNAN
Desain harus mencerminkan kaidah PPI yang mengacu pada pedoman PPI secara efektif dan tepat guna. Desain dari faktor berikut dapat mempengaruhi penularan infeksi yaitu jumlah petugas kesehatan, desain ruang rawat, luas ruangan yang tersedia, jumlah dan jenis pemeriksaan/prosedur, persyaratan teknis komponen lantai, dinding dan langit-langit, air, listrik dan sanitasi, ventilasi dan kualitas udara, pengelolaan alat medis reused dan disposable, pengelolaan makanan, laundry dan limbah. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:

Desain jumlah petugas kesehatan
-       Perencanaan kebutuhan jumlah petugas kesehatan disesuaikan dengan jumlah pasien
-       Pertimbangan faktor kelelahan bisa berakibat kelalaian.
-       Tingkat kesulitan pelayanan terhadap pasien berdasarkan tingkat risiko jenis penyakit

Desain ruang rawat
-       Tersedia ruang rawat satu pasien (single room) untuk isolasi pasien infeksius dan pasien dengan imunitas rendah.
-       Jarak antar tempat tidur adalah ≥1 meter. Bila memungkinkan 1,8 m. disarankan untuk ruang rawat intensif tersedia ABHR di setiap tempat tidur.
-       Tersedia toilet yang dilengkapi shower di setiap kamar pasien.

Luas ruangan yang tersedia
-       Ruang rawat pasien disarankan mempunyai luas lantai bersih antara 12-16 m2 per tempat tidur.
-       Ruang rawat intensif dengan modul kamar individual/kamar isolasi luas lantainya 16-20 m2 per kamar.
-       Rasio kebutuhan jumlah tempat duduk di ruang tunggu bagi pengunjung pasien adalah 1 tempat tidur pasien: 1-2 tempat duduk.

Jumlah, jenis pemeriksaan dan prosedur
-       Kebutuhan ketersediaan alat medis dan APD berdasarkan jenis penyakit yang ditangani.
-       Lokasi penyimpanan peralatan medis dan APD di masing-masing unit pelayanan harus mudah dijangkau, tempat penyimpanannya harus bersih dan steril terutama peralatan medis harus steril.

Persyaratan teknis komponen lantai, dinding dan langit-langit
a.    Komponen lantai dan permukaan lantai meliputi:
-       Kontruksi dasar lantai harus kuat di atas tanah yang sudah stabil, permukaan lantai harus kuat dan kokoh terhadap beban.
-       Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat,halus, kedap air mudah dibersihkan, tidak licin, permukaan rata, tidak bergelombang dan tidak menimbulkan genangan air. Dianjurkan menggunakan vinyl dan tidak dianjurkan menggunakan lantai keramik dengan nat di ruang rawat intensif dan IGD karena akan dapat menyimpan mikroba.
-       Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan secara rutin minimal 2 (dua) kali sehari atau kalau perlu dan tahan terhadap gesekan dan tidak boleh dilapisi karpet.
-       Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
-       Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah.
-       Pada daerah dengan kemiringan kurang dari 7O, penutup lantai harus dari lapisan permukaan yang tidak licin.
-       Pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan yang tidak bersiku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (hospital plint).
-       Memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus ke seluruh ruangan pelayanan.

b.    Komponen dinding meliputi:
-          Dinding harus mudah dibersihkan,tahan cuaca dan tidak mudah berjamur.
-          Lapisan penutup dinding harus bersifat tidak berpori sehingga dinding tidak menyimpan debu.
-          Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
-          Pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak bersiku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan mikroba tidak terperangkap di tempat tersebut.

c.     Komponen langit-langit meliputi:
-          Harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, serta tidak berjamur.
-          Memiliki lapisan penutup yang bersifat tidak berpori sehingga tidak menyimpan debu.
-          Berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan.

AIR, LISTRIK DAN SANITASI
Air dan Listrik di RS harus tersedia terus menerus selama 24 jam. Air minum harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh pemerintah, jadi harus diperiksa secara teratur dan rutin setiap bulan sekali.Pengelolaan air yang digunakan di unit khusus [kamar operasi, unit hemodialisis, ICU (pasien dengan kebutuhan air khusus)] harus bisa mencegah perkembangan mikroba lingkungan (Legionella sp, Pseudo monas, jamur dan lain-lain) dengan metode Reverse Osmosis (di dalamnya terjadi proses penyaringan atau desinfeksi menggunakan sinar ultraviolet atau bahan lainnya). Toilet dan wastafel harus dibersihkan setiap hari.

VENTILASI DAN KUALITAS UDARA
Semua lingkungan perawatan pasien diupayakan seminimal mungkin kandungan partikel debu, kuman dan spora dengan menjaga kelembaban dan pertukaran udara. Pertukaran udara dalam tiap ruangan berbeda tekanan dengan selisih 15 Pascal. Ruang perawatan biasa minimal 6X pergantian udara per jam, ruang isolasi minimal 12X dan ruang kamar operasi minimal 20Xperjam. Perawatan pasien TB paru menggunakan ventilasi natural dengan kombinasi ventilasi mekanik sesuai anjuran dari WHO.

PEMANFAATAN SISTEM VENTILASI:
Sistem Ventilasi adalah sistem yang menjamin terjadinya pertukaran udara di dalam gedung dan luar gedung yang memadai, sehingga konsentrasi droplet nuklei menurun.
Secara garis besar ada dua jenis sistem ventilasi yaitu:

  • Ventilasi Alamiah: sistem ventilasi yang mengandalkan pada pintu dan jendela terbuka, serta skylight (bagian atas ruangan yang bisa dibuka/terbuka) untuk mengalirkan udara dari luar kedalam gedung dan sebaliknya. Sebaiknya menggunakan ventilasi alami dengan menciptakan aliran udara silang (cross ventilation) dan perlu dipastikan arah angin yang tidak membahayakan petugas/pasien lain.
  • Ventilasi Mekanik: sistem ventilasi yang menggunakan peralatan mekanik untuk mengalirkan dan mensirkulasi udara di dalam ruangan secara paksa untuk menyalurkan/menyedot udara ke arah tertentu sehingga terjadi tekanan udara positif dan negatif termasuk exhaust fan, kipas angin berdiri (standing fan) atau duduk.
  • Ventilasi campuran (hybrid): sistem ventilasi alamiah ditambah dengan penggunaan peralatan mekanik untuk menambah efektifitas penyaluran udara.

Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan setempat. Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu fasyankes berdasarkan kondisi lokal yaitu struktur bangunan, iklim – cuaca, peraturan bangunan, budaya, dana dan kualitas udara luar ruangan serta perlu dilakukan monitoring dan pemeliharaan secara periodik.

Ventilasi campuran: Gedung yang tidak menggunakan sistem pendingin udara sentral, sebaiknya menggunakan ventilasi alamiah dengan exhaust fan atau kipas angin agar udara luar yang segar dapat masuk ke semua ruangan di gedung tersebut. Pintu, jendela maupun langit-langit di ruangan di mana banyak orang berkumpul seperti ruang tunggu, hendaknya dibuka maksimal.

Sistem ventilasi campuran (alamiah dengan mekanik), yaitu dengan penggunaan exhaust fan/kipas angin yang dipasang dengan benar dan dipelihara dengan baik, dapat membantu untuk mendapatkan dilusi yang adekuat, bila dengan ventilasi alamiah saja tidak dapat mencapai rate ventilasi yang cukup. Ruangan dengan jendela terbuka dan exhaust fan/kipas angin cukup efektif untuk mendilusi udara ruangan dibandingkan dengan ruangan dengan jendela terbuka saja atau ruangan tertutup. Penggunaan exhaust fan sebaiknya udara pembuangannya tidak diarahkan ke ruang tunggu pasien atau tempat lalu lalang orang. Bila area pembuangan tidak memungkinkan, pembuangan udara dihisap dengan exhaust fan, dialirkan melalui ducting dan area pembuangannya dilakukan di luar area lalu lalang orang (≥ 25 feet).

Dengan ventilasi campuran, jenis ventilasi mekanik yang akan digunakan sebaiknya di sesuaikan dengan kebutuhan yang ada dan diletakkan pada tempat yang tepat. Kipas angin yang dipasang pada langit-langit (ceiling fan) tidak dianjurkan. Sedangkan kipas angin yang berdiri atau diletakkan di meja dapat mengalirkan udara ke arah tertentu, hal ini dapat berguna untuk PPI TB bila dipasang pada posisi yang tepat, yaitu dari petugas kesehatan ke arah pasien.

Pemasangan Exhaust fan yaitu kipas yang dapat langsung menyedot udara keluar dapat meningkatkan ventilasi yang sudah ada di ruangan. Sistem exhaust fan yang dilengkapi saluran udara keluar, harus dibersihkan secara teratur, karena dalam saluran tersebut sering terakumulasi debu dan kotoran, sehingga bisa tersumbat atau hanya sedikit udara yang dapat dialirkan.
Optimalisasi ventilasi dapat dicapai dengan memasang jendela yang dapat dibuka dengan maksimal dan menempatkan jendela pada sisi tembok ruangan yang berhadapan, sehingga terjadi aliran udara silang (crossventilation). Meskipun fasyankes mempertimbangkan untuk memasang sistem ventilasi mekanik, ventilasi alamiah perlu diusahakan semaksimal mungkin.

Yang direkomendasikan adalah ventilasi campuran:
-       Usahakan agar udara luar segar dapat masuk ke semua ruangan.
-       Dalam ventilasi campuran, ventilasi alami perlu diusahakan semaksimal mungkin.
-       Penambahan dan penempatan kipas angin untuk meningkatkan laju pertukaran udara harus memperhatikan arah aliran udara yang dihasilkan.
-       Mengoptimalkan aliran udara.
-       Menyalakan kipas angin selama masih ada orang-orang di ruangan tersebut (menyalakan kipas angin bila ruangan digunakan). Pembersihan dan perawatan:
-       Gunakan lap lembab untuk membersihkan debu dan kotoran dari kipas angin.
-       Perlu ditunjuk staf yang ditugaskan dan bertanggung jawab terhadap kondisi kipas yang masih baik, bersih dll.
-       Periksa ventilasi alamiah secara teratur (minimal sekali dalam sebulan)/dirasakan ventilasi sudah kurang baik.
-       Catat setiap waktu pembersihan yang dilakukan dan simpan dengan baik.

Ventilasi mekanik:
Pada keadaan tertentu diperlukan sistem ventilasi mekanik, bila sistem ventilasi alamiah atau campuran tidak adekuat, misalnya pada gedung tertutup.

Sistem Ventilasi Sentral pada gedung tertutup adalah sistem mekanik yang mensirkulasi udara didalam suatu gedung. Dengan menambahkan udara segar untuk mendilusi udara yang ada, sistem ini dapat mencegah penularan TB. Tetapi dilain pihak, sistem seperti ini juga dapat menyebarkan partikel yang mengandung M.Tb ke ruangan lain dimana tidak ada pasien TB, karena sistem seperti ini meresirkulasi udara keseluruh gedung. Persyaratan sistem ventilasi mekanik yang dapat mengendalikan penularan TB adalah:
-       Harus dapat mengalirkan udara bersih dan menggantikan udara yang terkontaminasi di dalam ruangan.
-       Harus dapat menyaring (dengan pemasangan filter) partikel yang infeksius dari udara yang di resirkulasi.
-       Bila perlu ditambahkan lampu UV untuk mendesinfeksi udara yang di resirkulasi.

PENGELOLAAN ALAT MEDIK REUSED DAN DISPOSABLE
Pengelolaan alat medik bersih dengan yang kotor harus terpisah.Persiapan pemasangan infus dan suntikan dilakukan di ruang bersih dan terpisah dari ruang prosedur kotor (pencucian pispot pasien, alat terkontaminasi, dan lain-lain). Harus tersedia ruangan sterilisasi alat medik. Semua alat steril harus disimpan di lemari/wadah tertutup dan bebas debu dan kuman. Alat disposable tidak boleh diproses/dicuci, tetapi langsung dibuang di tempat sampah sesuai jenis limbahnya, baik yang infeksius maupun atau non-infeksius.

PENGELOLAAN MAKANAN
a.    Pengelolaan makanan pasien harus dilakukan oleh tenaga terlatih. Semua permukaan di dapur harus mudah dibersihkan dan tidak mudah menimbulkan jamur.
b.    Tempatpenyimpanan bahan makanan kering harus memenuhi syarat penyimpanan bahan makanan, yaitu bahan makanan tidak menempel ke lantai, dinding maupun ke atap.
c.     Makanan hangat harus dirancang agar bisa segera dikonsumsi pasien sebelum menjadi dingin. Makanan dirancang higienis hingga siap dikonsumsi pasien.

Download Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017
Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan D I S I N I


Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017
Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan 
11:15 PM | 0 comments | Read More
 
berita unik