Pengelolaan Limbah Medis dengan insinerator
Limbah merupakan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan manusia (PP 18 jo 85 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun). Sedangkan limbah rumah sakit merupakan semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat cair dan gas. Berdasarkan sifatnya, limbah rumah sakit dibedakan limbah medis dan limbah non medis:
Insinerator merupakan teknologi pemusnahan yang disarankan untuk limbah benda tajam, infeksius, dan jaringan tubuh. Insinerator telah terbukti menjadi teknologi alternatif untuk memusnahkan limbah medis. Insinerator jika dioperasikan dengan benar, misal dengan menggunakan suhu tinggi, filtrasi emisi partikulat, disulfuration, dan lainnya, tidak akan menimbulkan risiko yang berlebihan serta dapat melakukan fungsi pengelolaan limbah medis secara aman.
Secara teknis, insinerator menggunakan teknik pembakaran dengan suhu diatas 1000 ºC selama 2-3 jam (sesuai dengan kondisi) karena jika suhu pembakaran < 1000 0C dapat mengakibatkan pembakaran tidak sempurna. Pembakaran yang tidak sempurna berakibat akan menghasilkan emisi seperti carbon monoksida dan terbentuknya senyawa dioksin dan furan yang merupakan senyawa kimia yang tidak berwarna, tidak berbau namun sangat beracun. Beberapa literatur menyebutkan, bahwa insinerator skala kecil yang bersuhu < 800 ºC, dapat menimbulkan dioksin, furan, dan polutan toksik, fly ash.
Sedangkan baku jutu emisi udara untuk insinerator sebagai berikut : (Kepbappedal Nomor 03/Bapedal/09/1995).
Dampak samping pembakaran limbah dengan menggunakan insinerator berupa abu yang secara berkala harus dibersihkan dari ruang pembakaran. Abu dan limbah cair yang dihasilkan dari proses pembakaran di insinerator ini mengandung senyawa toksik yang harus diolah kembali agar tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Residu abu insinerator ini termasuk katagori limbah B3, sehingga pengolahan limbah B3 dengan incinerator harus memenuhi standar emisi udara. Residu abu dari proses pembakaran dengan insinerator harus ditimbun sesuai dengan persyaratan penimbunan/landfill.
Limbah merupakan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan manusia (PP 18 jo 85 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun). Sedangkan limbah rumah sakit merupakan semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat cair dan gas. Berdasarkan sifatnya, limbah rumah sakit dibedakan limbah medis dan limbah non medis:
- Limbah medis adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
- Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dari halaman yang dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
Insinerator merupakan teknologi pemusnahan yang disarankan untuk limbah benda tajam, infeksius, dan jaringan tubuh. Insinerator telah terbukti menjadi teknologi alternatif untuk memusnahkan limbah medis. Insinerator jika dioperasikan dengan benar, misal dengan menggunakan suhu tinggi, filtrasi emisi partikulat, disulfuration, dan lainnya, tidak akan menimbulkan risiko yang berlebihan serta dapat melakukan fungsi pengelolaan limbah medis secara aman.
Secara teknis, insinerator menggunakan teknik pembakaran dengan suhu diatas 1000 ºC selama 2-3 jam (sesuai dengan kondisi) karena jika suhu pembakaran < 1000 0C dapat mengakibatkan pembakaran tidak sempurna. Pembakaran yang tidak sempurna berakibat akan menghasilkan emisi seperti carbon monoksida dan terbentuknya senyawa dioksin dan furan yang merupakan senyawa kimia yang tidak berwarna, tidak berbau namun sangat beracun. Beberapa literatur menyebutkan, bahwa insinerator skala kecil yang bersuhu < 800 ºC, dapat menimbulkan dioksin, furan, dan polutan toksik, fly ash.
Sedangkan baku jutu emisi udara untuk insinerator sebagai berikut : (Kepbappedal Nomor 03/Bapedal/09/1995).
Parameter
|
Kadar
Maksimum (mg/Nm2)
|
1.
Partikel
2.
Sulfur dioksida (SO2)
3.
Nitrogen dioksida (NO2)
4.
Hidrogen Fluorida (HF)
5.
Karbon Monoksida (CO)
6.
Hidrogen Chlorida (HCl)
7.
Total Hidrocarbon (sbg CH4)
8.
Arsen (As)
9.
Kadmiun (Cd)
10. Kromium
(Cr)
11. Timbal
(Pb)
12. Merkuri
(Hg)
13. Talium
(Tl)
14. Opasitas
|
50
250
300
10
100
70
35
1
0,2
1
5
0,2
0,2
10%
|
Dampak samping pembakaran limbah dengan menggunakan insinerator berupa abu yang secara berkala harus dibersihkan dari ruang pembakaran. Abu dan limbah cair yang dihasilkan dari proses pembakaran di insinerator ini mengandung senyawa toksik yang harus diolah kembali agar tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Residu abu insinerator ini termasuk katagori limbah B3, sehingga pengolahan limbah B3 dengan incinerator harus memenuhi standar emisi udara. Residu abu dari proses pembakaran dengan insinerator harus ditimbun sesuai dengan persyaratan penimbunan/landfill.